A. PENDAHULUAN
Ulama yang terkenal dalam menyebarkan agama Islam
di daerah Pulau Jawa adalah “wali sanga”. Dalam perjuangan dalam mengembangkan
Islam, banyak hikmah yang dapat diambil dan diteladani. Strategi yang mereka
gunakan dapat diterima oleh banyak kalangan, mulai dari kalangan bawah sampai
kalangan atas yaitu bangsawan-bangsawan dan raja-raja.
Terobosan dan pembaharuan Islam di jawa telah
banyak dilakukan oleh para wali sanga. Hal tersebut menjadikan wali sanga
sangat dihormati oleh masyarakat Jawa. Makam-makam wali sanga banyak dijadikan
tempat ziarah dan dikunjungi oleh masyarakat Indonesia. Untuk itu, agar dapat
mengetahui peran wali sanga dalam mengembangakn agama Islam di Pulau Jawa serta
riwayat hidup para wali sanga, maka penulis tertarik menulis makalah dengan
judul “Wali Sanga dan Penanannya dalam Mengembangakan Islam di Tanah Jawa”.
B.
PENGERTIAN WALI SANGA
Wali sanga secara sederhana artinya sembilan orang
wali, sedangkan secara filosofis maksudnya sembilan orang yang telah mampu
mencapai tingkat wali, suatu derajat tingkat tinggi yang mampu mengawal babahan
hawa sanga (mengawal sembilan lubang dalam diri manusia), sehingga memiliki
peringkat wali.[1]
Di dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa
walisongo (sembilan wali) adalah
sembilan ulama yang merupakan pelopor
dan pejuang pengembangan Islam (islamisasi)
di Pulau Jawa
pada abad kelima
belas (masa Kesultanan Demak). Kata
“wali” (Arab) antara
lain berarti pembela,
teman dekat dan pemimpin.
Dalam pemakaiannya, wali biasanya
diartikan sebagai orang
yang dekat dengan Allah
(Waliyullah). Sedangkan kata
“songo” (Jawa) berarti sembilan. Maka walisongo secara umum
diartikan sebagai sembilan
wali yang dianggap telah
dekat dengan Allah
SWT, terus menerus
beribadah kepada-Nya, serta memiliki
kekeramatan dan kemampuan-kemampuan lain
di luar kebiasaan manusia.[2]
Walisongo
tinggal di tiga wilayah penting, pantai utara Pulau Jawa, yaitu
Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan
Cirebon di Jawa Barat yang mengakhiri era dominasi Hindu-Budha dalam budaya
Nusantara menjadi era kebudayaan Islam.[3]
Menurut
penemuan K.H.Bisyri Musthafa,
sebagaimana diuraikan oleh
Saifuddin
Zuhri, jumlah para wali itu tidak hanya sembilan, tetapi lebih dari itu.
Agaknya sembilan orang wali itu adalah mereka yang memegang
jabatan dalam pemerintahan
sebagai pendamping raja atau sesepuh kerajaan di samping peranan mereka sebagai
mubalig dan guru.
Oleh karena mereka
memegang jabatan
pemerintahan, mereka diberi
gelar sunan, kependekan dari susuhunan atau sinuhun,
artinya orang yang
dijunjung tinggi. Bahkan
kadang-kadang disertai dengan
sebutan Kanjeng, kependekan dari kang jumeneng, pangeran atau sebutan lain yang
biasa dipakai oleh
para raja atau
penguasa pemerintahan di
daerah Jawa.[4]
Wali sanga yang terkenal dalam
mengembangkan Islam di Pulau Jawa adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan
Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan
Sunan Gunung Jati. Meski demikian, masih ada perbedaan pendapat tentang
nama-nama yang masuk dalam wali sanga ini.
C.
RIWAYAT SINGKAT WALI SANGA
Sunan
Gresik nama aslinya adalah Maulana Malik Ibrahim. Beliau masih keturunan Ali
Zainal Abidin al-Husein. Setelah mendedikasikan dirinya di Gresik, Jawa Timur,
beliau mendapat gelar Maulana Maghribi, Syekh Maghribi, dan Sunan Gresik.
Beliau datang ke Indonesia pada zaman kerajaan Majapahit tahun 1379 untuk
menyebarkan Islam bersama-sama Raja Cermin.[5] Maulana Magribi
datang ke Jawa
tahun 1404 M.
Beliau berasal dari Samarkandi di Asia Kecil. Dari Asia
Kecil beliau bermukim dulu di Campa dan
kemudian datang ke Jawa
Timur. Kedatangan beliau jauh
sesudah agama Islam masuk
di Jawa Timur.
Hal ini dapat
diketahui dari batu
nisan seorang wanita muslim
bernama Fatimah binti
Maimun yang wafat
pada tahun 476
H. atau 1087M.
Menurut literatur
yang ada, Malik
Ibrahim seorang yang
ahli pertanian dan ahli
pengobatan. Sejak beliau berada di Gresik, hasil pertanian rakyat Gresik
meningkat tajam. Dan
orang-orang yang sakit
banyak disembuhkannya dengan daun-daunan tertentu.
Sifatnya lemah lembut,
belas kasih dan
ramah kepada semua orang,
baik sesama muslim
atau non muslim
membuatnya terkenal sebagai tokoh
masyarakat yang disegani
dan dihormati. Kepribadiannya yang baik
itulah yang menarik
hati penduduk setempat
sehingga mereka berbondongbondong untuk
masuk agama Islam
dengan suka rela
dan menjadi pengikut beliau yang
setia.
Malik Ibrahim
menetap di Gresik
dengan mendirikan masjid
dan pesantren untuk
mengajarkan agama Islam kepada
masyarakat sampai ia
wafat. Maulana Malik Ibrahim wafat pada hari Senin, 12 Rabiul Awal 822
H/ 1419 M, dan dimakamkan di Gapura Wetan, Gresik. Pada nisannya terdapat
tulisan Arab yang menunjukkan bahwa
dia adalah seorang
penyebar agama yang
cakap dan gigih.[6]
Sunan
Ampel lahir pada 1401, dengan nama kecil Raden Rahmat. Beliau adalah putra Raja
Campa. Raden Rahmat menikah dengan Nyai Manila, seorang putri Tuban. Beliau
mempunyai empat anak : Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin
(Sunan Drajat), Putri Nyai Ageng Maloka dan Dewi Sarah (istri Sunan Kalijaga).
Beliau terlibat dalam pembangunan masjid Demak (1479). Sunan Amel merupakan
pelanjut perjuangan Maulana Malik Ibrahim yang sangat handal. Beliau terkenal
dengan mengarang sya’ir dengan menggunakan ide-ide dan budaya lokal.[7]
Sunan Ampel
juga yang pertama
kali menciptakan Huruf Pegon
atau
tulisan Arab
berbunyi bahasa Jawa.
Dengan huruf pegon
ini, beliau dapat menyampaikan ajaran-ajaran
Islam kepada para
muridnya. Hingga sekarang huruf pegon tetap
dipakai sebagai bahan
pelajaran agama Islam
di kalangan pesantren.
Hasil
didikan Sunan Ampel yang terkenal adalah falsafah Mo Limo atau tidak melakukan
lima hal tercela, yaitu : [8]
1. Moh Main atau tidak mau berjudi
2. Moh Ngombe atau tidak mau minum arah atau
bermabuk-mabukan.
3. Moh Maling atau tidak mau mencuri
4. Moh Madat atau tidak mau mengisap candu,
ganja dan lain-lain.
5. Moh Madon atau tidak mau berzina.
Sunan
Ampel wafat pada tahun 1481 M.
3.
Sunan Bonang
Nama aslinya
adalah Raden Makdum Ibrahim. Beliau Putra Sunan Ampel. Sunan Bonang terkenal
sebagai ahli ilmu kalam dan tauhid. Beliau dianggap sebagai pencipta gending pertama dalam
rangka mengembangkan ajaran Islam di pesisir utara Jawa Timur. Setelah belajar
di Pasai, Aceh, Sunan Bonang kembali ke Tuban, Jawa Timur,
untuk mendirikan pondok pesantren.
Sunan Bonang dan
para wali lainnya dalam menyebarkan agama Islam selalu menyesuaikan diri dengan
corak kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang serta musik
gamelan. Mereka memanfaatkan pertunjukan tradisional itu sebagai media dakwah
Islam, dengan menyisipkan napas Islam ke dalamnya. Syair lagu gamelan ciptaan
para wali tersebut berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah SWT. dan tidak
menyekutukannya.
Setiap bait lagu
diselingi dengan syahadatain (ucapan dua kalimat syahadat); gamelan yang
mengirinya kini dikenal dengan istilah sekaten, yang berasal dari syahadatain.
Sunan Bonang sendiri menciptakan lagu yang dikenal dengan tembang Durma,
sejenis macapat yang melukiskan suasana tegang, bengis, dan penuh amarah. Sunan
Bonang wafat di pulau Bawean pada tahun 1525 M.
4.
Sunan Drajat
Nama aslinya
adalah Raden Syarifudin. Ada suber yang lain yang mengatakan namanya adalah
Raden Qasim, putra Sunan Ampel dengan seorang ibu bernama Dewi Candrawati. Jadi
Raden Qasim itu adalah saudaranya Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Oleh
ayahnya yaitu Sunan Ampel, Raden Qasim diberi tugas untuk berdakwah di daerah
sebelah barat Gresik, yaitu daerah antara Gresik dengan Tuban.[9]
Di desa Jalang
itulah Raden Qasim mendirikan pesantren. Dalam waktu yang singkat telah banyak
orang-orang yang berguru kepada beliau. Setahun kemudian di desa Jalag, Raden
Qasim mendapat ilham agar pindah ke daerah sebalah selatan kira-kira sejauh
satu kilometer dari desa Jelag itu. Di sana beliau mendirikan Mushalla atau
Surau yang sekaligus dimanfaatkan untuk tempat berdakwah. Tiga tahun tinggal di
daerah itu, beliau mendaat ilham lagi agar pindah tempat ke satu bukit. Dan di
tempat baru itu beliau berdakwah dengan menggunakan kesenian rakyat, yaitu
dengan menabuh seperangkat gamelan untuk mengumpulkan orang, setelah itu lalu diberi
ceramah agama. Demikianlah kecerdikan Raden Qasim dalam mengadakan pendekatan
kepada rakyat dengan menggunakan kesenian rakyat sebagai media dakwahnya.
Sampai sekarang seperangkat gamelan itu masih tersimpan dengan baik di museum
di dekat makamnya. Beliau wafat ada petengahan abad ke
16.
Nama aslinya
adalah Raden Sahid, beliau putra Raden Sahur putra Temanggung Wilatika Adipati
Tuban. Raden Sahid sebenarnya anak muda yang patuh dan kuat kepada agama dan
orang tua, tapi tidak bisa menerima keadaan sekelilingnya yang terjadi banyak
ketimpangan, hingga dia mencari makanan dari gudang kadipaten dan dibagikan
kpeada rakyatnya. Tapi ketahuan ayahnya, hingga dihukum yaitu tangannya
dicampuk 100 kali sampai banyak darahnya dan diusir.
Setelah diusir, ia
bertemu orang berjubah putih, dia adalah Sunan Bonang. Lalu Raden Sahid
diangkat menjadi murid, lalu disuruh menunggui tongkatnya di depan kali sampai
berbulan-bulan sampai seluruh tubuhnya berlumut. Maka Raden Sahid disebut Sunan
Kalijaga.
Sunan kalijaga
menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang,
sastra dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh
para penyebar Islam seperti. Sunan Kalijaga adalah tokoh seniman wayang.
Sebagian wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan
Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disispkan ajaran agama dan nama-nama
pahlawan Islam.[10]
Sunan Kalijaga wafat pada pertengahan abad ke 15.
Sunan Giri
merupakan putra dari Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi Sekardadu putra
Menak Samboja. Nama Sunan Giri tidak bisa dilepaskan dari proses pendirian kerajaan Islam
pertama di Jawa, Demak. Ia adalah wali yang secara aktif ikut merencanakan
berdirinya negara itu serta terlibat dalam penyerangan ke Majapahit sebagai penasihat militer.[11]
Sunan Giri atau
Raden Paku dikenal sangat dermawan, yaitu dengan membagikan barang dagangan
kepada rakyat Banjar yang sedang dilanda musibah. Beliau pernah bertafakkur di
goa sunyi selama 40 hari 40 malam untuk bermunajat kepada Allah. Usai
bertafakkur ia teringat pada pesan ayahnya sewaktu belajar di Pasai untuk
mencari daerah yang tanahnya mirip dengan yang dibawahi dari negeri Pasai
melalui desa Margonoto. Sampailah Raden Paku di daerah perbatasan yang hawanya sejuk, lalu dia
mendirikan pondok pesantren yang dinamakan Pesantren Giri.
Sunan Giri sangat berjasa dalam penyebaran Islam baik di
Jawa atau nusantara baik dilakukannya sendiri waktu muda melalui berdagang atau bersama muridnya. Beliau juga menciptakan tembang-tembang
dolanan anak kecil yang bernafas Islami, seperti jemuran, cublak suweng dan
lain-lain. Sunan Giri wafat pada awal abad ke 16.
Sunan Kudus menyiarkan agama Islam di
daerah Kudus dan sekitarnya. Beliau memiliki keahlian khusus dalam bidang
agama, terutama dalam ilmu fikih, tauhid, hadits, tafsir serta logika. Karena
itulah di antara walisongo hanya ia yang mendapat julukan wali al-‘ilm (wali
yang luas ilmunya), dank arena keluasan ilmunya ia didatangi oleh banyak
penuntut ilmu dari berbagai daerah di Nusantara.
Ada cerita yang mengatakan bahwa Sunan
Kudus pernah belajar di Baitul Maqdis, Palestina, dan pernah berjasa
memberantas penyakit yang menelan banyak korban di Palestina. Atas jasanya itu,
oleh pemerintah Palestiana ia diberi ijazah wilayah (daerah kekuasaan) di
Palestina, namun Sunan Kudus mengharapkan hadiah tersebut dipindahkan ke Pulau
Jawa, dan oleh Amir (penguasa setempat) permintaan itu dikabulkan.
Sekembalinya ke Jawa ia mendirikan
masjid di daerah Loran tahun 1549, masjid itu diberi nama Masjid Al-Aqsa atau
Al-Manar (Masjid Menara Kudus) dan daerah sekitanya diganti dengan nama Kudus,
diambil dari nama sebuah kota di Palestina, al-Quds. Dalam melaksanakan dakwah
dengan pendekatan kultural, Sunan Kudus menciptakan berbagai cerita keagamaan.
Yang paling terkenal adalah Gending Maskumambang dan Mijil. Cara-cara berdakwah Sunan Kudus adalah sebagai berikut:
a.
Strategi pendekatan kepada masa dengan jalan:
1.
Membiarkan adat istiadat lama yang sulit diubah
2.
Menghindarkan konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama islam
3.
Tut Wuri Handayani
4.
Bagian adat istiadat yang tidak sesuai dengan mudah diubah langsung diubah.
b.
Merangkul masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih sapi karena dalam
agama Hindu sapi adalah binatang suci dan keramat.
c.
Selamatan Mitoni
Biasanya sebelum acara selamatan diadakan membacakan solawat Nabi.
Sunan Kudus wafat
pada tahun 1550 M dan dimakamkan di Kudus. Di pintu makan Kanjeng Sunan Kudus terukir
kalimat asmaul husna yang berangka tahun 1296 H atau 1878 M.[12]
Salah seorang
Walisongo yang banyak berjasa dalam menyiarkan agama Islam di pedesaan Pulau
Jawa adalah Sunan Muria. Beliau lebih terkenal dengan nama Sunan Muria karena
pusat kegiatan dakwahnya dan makamnya terletak di Gunung Muria (18 km di
sebelah utara Kota Kudus sekarang).[13]
Beliau adalah
putra dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said,
dalam berdakwah ia seperti ayahnya yaitu menggunakan cara halus, ibarat mengambil ikan tidak sampai keruh airnya. Sasaran dakwah beliau
adalah para pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Beliau adalah satu-satunya
wali yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah dan beliau
pulalah yang menciptakan tembang sinom dan kinanthi. Beliau banyak mengisi tradisi Jawa
dengan nuansa Islami seperti nelung dino, mitung dino, ngatus dino dan
sebagainya.[14]
Sunan Muria wafat pada abad ke 16.
Salah seorang dari Walisongo yang
banyak berjasa dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa, terutama di daerah Jawa
Barat; juga pendiri Kesultanan Cirebon. Nama aslinya Syarif Hidayatullah.
Dialah pendiri dinasti Raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten. Sunan Gunung
Jati adalah cucu Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi.[15]
Setelah selesai
menuntut ilmu pasa tahun 1470 dia berangkat ketanah Jawa untuk mengamalkan
ilmunya. Disana beliau bersama ibunya
disambut gembira oleh pangeran Cakra
Buana. Syarifah Mudain minta agar
diizinkan tinggal dipasumbangan Gunung Jati dan disana mereka membangun
pesantren untuk meneruskan usahanya Syeh Datuk Latif gurunya pangeran Cakra Buana. Oleh karena itu
Syarif Hidayatullah dipanggil sunan gunung Jati. Lalu ia dinikahkan dengan
putri Cakra Buana Nyi Pakung Wati kemudian ia diangkat menjadi pangeran Cakra
Buana yaitu pada tahun 1479 dengan diangkatnya ia sebagai pangeran, dakwah
islam dilakukannya melalui diplomasi dengan kerajaan lain.
Setelah Cirebon
resmi berdiri sebagai sebuah Kerajaan Islam yang bebas dari kekuasaan
Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha mempengaruhi kerajaan yang belum menganut
agama Islam. Dari Cirebon, ia mengembangkan agama
Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Kawali
(Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten.[16]
D.
PERAN WALI SANGA DALAM
MENGEMBANGKAN ISLAM
Peran wali sanga untuk menyebarkan agama Islam
dalam berbagai bidang di daerah Pulau Jawa dan Indonesia dapat diuraikan
sebagai berikut:
1.
Pendidikan
Peran walisongo
di bidang pendidikan
terlihat dari aktivitas
mereka dalam mendirikan pesantren,
sebagaimana yang dilakukan
oleh Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Bonang.
Sunan Ampel
mendirikan pesantren di
Ampel Denta (dekat
Surabaya) yang sekaligus menjadi pusat penyebaran Islam yang pertama di
Pulau Jawa. Muridnya antara lain Raden
Paku (Sunan Giri),
Raden Makdum Ibrahim
(Sunan Bonang), Raden Kosim Syarifuddin (Sunan Drajat), Raden
Patah (yang kemudian menjadi sultan pertama
dari Kerajaan Islam
Demak), Maulana Ishak,
dan banyak lagi.
Sunan Giri
mendirikan pesantren di
daerah Giri. Santrinya banyak berasal
dari golongan masyarakat
ekonomi lemah. Ia
mengirim juru dakwah terdidik ke
berbagai daerah di luar Pulau Jawa seperti Madura, Bawean, Kangean, Ternate
dan Tidore.
Sunan Bonang
memusatkan kegiatan pendidikan dan dakwahnya
melalui pesantren yang
didirikan di daerah
Tuban. Sunan Bonang
memberikan pendidikan Islam
secara mendalam kepada
Raden Fatah, putera raja Majapahit,
yang kemudian menjadi sultan pertama Demak.
Catatan-catatan pendidikan tersebut kini dikenal dengan Suluk Sunan
Bonang.
2.
Politik
Beberapa
wali sanga menjadi penasehat kerajaan. Sunan Gunung Jati bahkan menjadi raja.
Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan istana Majapahit. Isterinya berasal
dari kalangan istana dan Raden Patah (putra raja Majapahit) adalah murid
beliau. Dekatnya Sunan Ampel
dengan kalangan istana
membuat penyebaran Islam
di daerah Jawa tidak mendapat
hambatan, bahkan mendapat
restu dari penguasa kerajaan.
Sunan
Giri fungsinya sering dihubungkan dengan pemberi restu dalam penobatan raja. Setiap kali muncul
masalah penting yang harus diputuskan, wali yang lain
selalu menantikan keputusan
dan pertimbangannya. Sunan
Kalijaga juga menjadi penasehat kesultanan Demak Bintoro.
3.
Dakwah
Peran walisongo
yang sangat dominan
adalah di bidang dakwah,
baik dakwah bil
lisan maupun bil
hal. Sebagai mubalig, walisongo berkeliling dari satu
daerah ke daerah lain dalam menyebarkan agama Islam. Sunan
Muria dalam upaya
dakwahnya selalu mengunjungi
desa-desa terpencil. Salah satu
karya yang monumental dari walisongo adalah mendirikan mesjid Demak.
Hampir semua walisongo
terlibat di dalamnya.
Adapun sarana yang dipergunakan
dalam dakwah berupa
pesantren-pesantren yang dipimpin oleh
para walisongo dan
melalui media kesenian,
seperti wayang. Mereka memanfaatkan pertunjukan-pertunjukan
tradisional sebagai media dakwah Islam, dengan
menyisipkan nafas Islam ke
dalamnya. Syair lagi
gamelan ciptaan para wali
tersebut berisi pesan
tauhid, sikap menyembah
Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
4.
Seni Budaya
Sunan Kalijaga
terkenal sebagai seorang
wali yang berkecimpung
di bidang seni. Sebagai budayawan
dan seniman, banyak
karya Sunan Kalijaga yang menggambarkan pendiriannya. Di
antaranya adalah gamelan, wayang kulit, dan
baju takwo. Sunan
Ampel menciptakan Huruf Pegon
atau tulisan Arab berbunyi
bahasa Jawa. Hingga
sekarang huruf pegon masih
dipakai sebagai bahan pelajaran
agama Islam di
kalangan pesantren.
Sunan Giri
juga sangat berjasa dalam
bidang kesenian, karena
beliau menciptakan tembang-tembang dolanan anak-anak yang
bernafaskan Islam. Sunan Drajat juga tidak ketinggalan untuk menciptakan
tembang Jawa yang
sampai saat ini
masih digemari masyarakat, yaitu
Gending Pangkung, semacam lagu rakyat di Jawa. Sunan Bonang dianggap sebagai
pencipta gending pertama dalam rangka mengembangkan ajaran Islam di pesisir
utara Jawa Timur. Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Bonang selalu
menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat
menggemari wayang serta musik gemelan.
E.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kesimpulan
dari penulisan makalah ini adalah:
Wali songo adalah
sembilan wali yang dianggap telah dekat dengan Allah SWT, terus menerus
beribadah kepada-Nya, serta memiliki kekeramatan dan kemampuan-kemampuan lain
di luar kebiasaan manusia. Terdiri dari Sembilan wali yaitu : Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), Raden Rahmat (Sunan Ampel), Raden Paku (Sunan Giri), Raden
Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Qosim
(Sunan Drajat), Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), Raden Ja’far
Sadiq (Sunan Kudus), Raden Said (Sunan
Kalijaga), Raden Umar Said (Sunan Muria). Adapun peranan walisongo dalam penyebaran
agama Islam antara lain:
a. Sebagai pelopor penyebarluasan agama Islam
kepada masyarakat yang belum banyak mengenal ajaran Islam di daerahnya
masing-masing.
b. Sebagai para pejuang yang gigih dalam membela dan
mengembangkan agama Islam di masa hidupnya.
c. Sebagai orang-orang yang ahli di bidang agama
Islam.
d. Sebagai orang yang dekat dengan Allah SWT
karena terus-menerus beribadah kepada-Nya, sehingga memiliki kemampuan yang
lebih.
e. Sebagai pemimpin agama Islam di daerah
penyebarannya masing-masing, yang mempunyai jumlah pengikut cukup banyak di
kalangan masyarakat Islam.
f.
Sebagai guru agama Islam yang gigih mengajarkan agama
Islam kepada para muridnya.
g. Sebagai kiai yang menguasai ajaran agama Islam
dengan cukup luas.
h. Sebagai tokoh masyarakat Islam yang disegani
pada masa hidupnya.
2.
Saran
Saran
yang dapat disampaikan untuk pembaca adalah dengan mengetahui kisah-kisah dari
wali sanga diharapkan dapat mengambil hikmah dan meneladani sikap-sikap para wali
sanga yang kemudian diaplikasikan dalam kehidupan.
F.
TABEL KRONOLOGI
TABEL KRONOLOGI WALI SANGA
NO.
|
TAHUN/ABAD
|
PERISTIWA
|
1
|
476 H / 1087M
|
Fatimah
binti Maimun Wafat
|
2
|
1404
M
|
Sunan
Gresik ke Jawa
|
3
|
12
Rabiul Awal 822 H/ 1419 M
|
Sunan
Gresik Wafat
|
4
|
1470 M
|
Sunan
Gunung Jati ke Tanah Jawa
|
5
|
1479
M
|
Sunan
Gunung Jati diangkat menjadi
pangeran Cakra Buana, Pembangunan Masjid Demak
|
6
|
1481
M
|
Sunan
Ampel Wafat
|
7
|
Abad
15
|
Wali
sanga di Pulau Jawa
|
8
|
Pertengahan
abad 15
|
Sunan
Kalijaga Wafat
|
9
|
1525 M
|
Sunan
Bonang Wafat
|
10
|
1549
M
|
Sunan
Kudus mendirikan masjid di daerah Loran
|
11
|
1550 M
|
Sunan
Kudus Wafat
|
12
|
Awal
Abad 16
|
Sunan
Giri Wafat
|
13
|
Abad
16
|
Sunan
Muria Wafat
|
14
|
Pertengahan
Abad 16
|
Sunan
Drajat Wafat
|
15
|
1570
M
|
Sunan
Gunung Jati Wafat
|
G.
DAFTAR PUSTAKA
Badri Yatim (Ed.). 1996. Ensiklopedi
Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta : Logos Wacana Ilmu
Fatah,
yukur. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra
Ridin Sofwan, dkk. 2004. Islamisasi Islam di Jawa Walisongo, Penyebar
Islam di Jawa, Menurut Penuturan Babad.
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Saifullah. 2010. Sejarah dan
Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sutrisno,
Budiono Hadi. 2009. Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di
Tanah Jawa. Yogyakarta: GRAHA Pustaka
Tarwilah. 2006. PERANAN
WALISONGO DALAM PENGEMBANGAN DAKWAH ISLAM. Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah
XI Kalimantan, Volume 4, No.6, Hlm. 81-102
Ibrahim,
Tatang. Sejarah Kebudayaan Islam,
Madrasah Tsanawiyah Untuk Kelas IX Semester 1 dan 2. Bandung: CV ARMICO
Widiastuti, Nelly Indriani & Irwan Setiawan.
2012. MEMBANGUN GAME EDUKASI SEJARAH WALISONGO. Jurnal Ilmiah Komputer dan
Informatika (KOMPUTA). Vol.1, No. 2, Hlm. 41-48
[1] Saifullah. 2010. Sejarah
dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm.
21-22
[2] Tarwilah. 2006. PERANAN
WALISONGO DALAM PENGEMBANGAN DAKWAH ISLAM. Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah
XI Kalimantan, Volume 4, No.6, Hlm. 82
[3] Widiastuti, Nelly Indriani
& Irwan Setiawan. 2012. MEMBANGUN GAME EDUKASI SEJARAH WALISONGO. Jurnal
Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA). Vol.1, No. 2, Hlm. 41
[4] Badri Yatim (Ed.). Ensiklopedi
Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1996,
hlm.170
[5] Saifullah, Op.cit., Hlm. 22
[6] Tarwilah, Op.cit., Hlm. 84
[7] Saifullah, Op.cit., Hlm. 22
[8] Tarwilah, Op.cit., Hlm. 86
[9] Ridin Sofwan, dkk,
Islamisasi Islam di Jawa Walisongo, Penyebar Islam di Jawa, Menurut
Penuturan Babad, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 65
[11] Ridin Sofwan, dkk,
Islamisasi Islam di Jawa Walisongo, Penyebar Islam di Jawa, Menurut
Penuturan Babad, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 65.
[12] Sutrisno, Budiono Hadi.
2009. Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Tanah Jawa. Yogyakarta: GRAHA
Pustaka,hlm 130
[13] Ibrahim, Tatang. Sejarah Kebudayaan Islam, Madrasah Tsanawiyah Untuk Kelas IX Semester 1
dan 2. Bandung: CV ARMICO, hal 34.
Assalamualaikum mohon maaf kak tolong ditambahkan peran-peran wali diluar Jawa dan metode/cara dakwahnya.
ReplyDelete#TerimaKasih
visit my blog badakselatan.blogspot.com
ReplyDelete